Sabtu, 17 Februari 2018

KKN

Desa Sidomulyo, Batu, Kota Batu, Jawa Timur

Tempat aku mulai mengenal banyak orang baru, dari daerah baru hingga karakteristik yang berbeda masing masingnya. 30 orang bersamaku disana, terbagi menjadi 10 orang tiap dusunnya.
Bersyukurnya aku bersama 9 orang yang sangat istimewa.

Tidak satupun terbesit dalam hatiku dendam pada satu orangpun disini.
Walau aku sangat banyak kekurangan, kalian tetap percaya dan menerima.
Menjadikan setiap kata "aku" menjadi "kita" dalam tiap ucapan.

"LWC"
Indra, Amir, Honey, Haikal, Opay.
Adys, Puti, Debby, Thea.

Dalam tulisan ini, aku ingin berterima kasih kepada orang orang diatas.
Nothing menjadi something
Membuat segala yang tidak mungkin menjadi mungkin
Juga mampu membuat yang jauh menjadi dekat
Baik fisik, hati maupun perasaan.

Terima kasih ya
Dusun Tonggolari menjadi saksi
Betapa bahagianya, aku bersama kalian.

#kita

Apa salah?

Pikiran ini kembali melayang
Terbesit tanya dalam haru
Apa salah, aku mengubah doa ku selama ini dan berharap doa terakhir yang terkabul?
Apa salah, aku katakan sejujurnya

Doaku tak lagi terkhusus, doaku mengeneralisasi banyak aspek
Umur ini sudah menginjak angka besar, tak terlalu namun sudah
Apa salah, aku jadi takut.

Kali ini aku katakan,
Aku tak salah dalam hal itu.


Bersekolah

Menghadap arah jalanan yang berbondong bondong terlewat.
Anak kecil itu hanya menunggu satu kata, bus.
Dengan maksud segelintir pesan
AKU ingin bersekolah

Dipagi nan gersang dan embun tak mengharukan keadaan
Tentu saja, dirinya tampak seperti kelelahan untuk berdiri
Hingga bus itu datang
Ia berlari mengejar, dan ia dapatkan semangatnya

Segalanya terlupakan.
Karna dirinya tau.. dan selalu berkata
Aku ingin bersekolah

Kabar

Seperti pintu jendela yang tak pernah terbuka, tiba tiba terbuka lebar. Jelas terbuka hingga panasnya matahari pun masuk ke dalam. Semakin panas rasanya di dalam sini, di dalam hati.

Kamis, 24 Agustus 2017

Malam 25 Agustus

Hey blog, sudah lama kata-kata dalam pikiran ini tidak terungkap untuk menyentuh hati sendiri. Mungkin malam ini kali pertamanya aku belajar untuk memindahkan pikiran penat menjadi hal yang lebih menenangkan. Besok adalah tanggal 25 Agustus menjadi waktu penting untuk seseorang, bukan aku. Mungkin akan menjadi hari keikhlasan untuk ku dan bukan hari patah hati seperti pernikahan raisa dan hamish di tanggal 3 september nanti. Kata kata barusan sebagai pembuka atas tiga hari berat yang kualami belakangan.

Semula semua baik-baik saja, bahkan hampir sempurna. Aku miliki apa yang aku mau dan aku bisa makan apa yang aku inginkan. Kemudian tiba-tiba berubah karena satu hal yang menjadi hipotesa kepanikan diri. Tapi diri ini mengelak atas apa yang dipikirkan sebagai hipotesa, ah tak mungkin kata ku.

Ini tentang perasaan yang mungkin tak harus dianggap penting. Perasaan yang sudah lupa aku bagaimana rasanya karena telalu lama dipendam dan mungkin telah membusuk. 

Seseorang.

Dia adalah orang yang sangat ku kenal dulu. Seseorang ini yang mengajarkan aku kesabaran dan kepatuhan dalam menjalin suatu tali yang mungkin lebih dari persahabatan. Orang yang aku kenal sebagai pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab. Ia sangat idealis dan teguh pendirian. Dengan paras sewajarnya sebagaimana sesuatu yang menarik.

Aku tahu semula bagaimana ia dalam dunia yang menjadi media bersosial dan bagaiamana ia di tiga hari terakhir.


Mendadak semua pecah layaknya gelas kaca di banting amarah. Ia datang dengan dirinya sebagaimana dirinya dan dirinya sebagaimana seorang ayah dari anak anak balita yang sangat kreatif menari bernyanyi sesuka hati. Menyenangkan hatiku memang bahkan sangat menyenangkan.

Namun apa daya, ia memang datang tapi ia pun pergi. Begitu saja. Tanpa berkata selamat tinggal. Ku tahu ia tak mengucapkkannya karena tak ada kata selamat datang dalam niat hatinya akan ku katakan.
Harap tinggal lah harap, senyum mau tak mau tetap berbinar. Waktu berlalu begitu cepat juga tanggal 25 Agustus yang ia tunggu tunggu akan datang. Mungkin seseorang itu lupa atau memang tidak peduli, Tak apalah semua sudah berakhir dan malam menjadi saksi sedihku usai.

Aku bukan yang dulu ia pikirkan. Bukan sebagai teman apalagi sebagai seseorang yang membuatnya bahagia kala sedih. Ia tetap menjadi orang yang idealis dan bertanggung jawab yang aku kenal. Tapi dia bukan dia yang mendengar keluh kesahku seperti dulu. 

3 harii ini membuatku paham, tentang arti perasaan yang tak akan bisa bertahan jika sudah ada yang menggantikan. Mungkin itu teori yang ia anut. Sudah berakhir semua, mungkin tak ada lagi pertemanan atau pertemuan tercipta. Kini saatnya aku menjalani hidup ala kadarnya. Kembali menjalani hal biasa yang tiap hari dilakukan.

Terima kasih atas semua harap yang telah tercipta. Tapi ketahuilah segalanya dalam diriku tetap sama meski tidak dalam dirinya. Besok menjadi hari yang menarik untuk dirinya dan aku berharap hal terindah juga terjadi. 

Selamat jalan.